Jumat, 06 April 2012

Profile

SEJARAH SINGKAT HAK ASASI MANUSIA

Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.

Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.


---o---


SEJARAH INTERNASIONAL HAM
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggung jawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948. 



SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung sebab ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutasebab masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain.
Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya, Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan  di negara-negara lain khususnya negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita. Memang benar bahwa negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia) memiliki kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan "penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak mesti seragam dalam pelaksanaan. Disamping itu, apa yang disebut dengan kondisi bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Artinya, suatu kondisi tertentu tidak dapat dipergunakan sebagai patokan mutlak. Kondisi itu memiliki sifat yang berubah-ubah, dapat dipengaruhi dan diciptakan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, masalahnya adalah kembali kepada siapa yang mengkondisikan dan mengapa diciptakan kondisi seperti itu ?  
                                                                    Sumber: Dari berbagai Sumber



Selasa, 03 April 2012

HAKEKAT BANGSA


1.      Hakekat Bangsa
      Bangsa dapat diartikan sebagai kesatuan manusia karena mempunyai persamaan kebudayaan. Misalnya adapt istiadat, bahasa agama dan sebagainya. Menurut Otto Bauer (1881-1934) banfsa asalah sekemanusia yang mempunyai nasibperjuangan sama (senasib) sehingga membentuk (menimbulkan) persamaan karakteryang dapat menibulkan persamaan sikap dan perilaku bangsa tadi , dalam hal ini dapat dipakai sebagai pertanda jati diri bangsa tersebut.
         Menurut Ernest Renan (1823-1892) bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak bersatu sehingga timbulah rasa persatuan pada bangsa tadi, dia merasa satu dirinya. Secara kodrati manusia hidup di bumi ini dengan berkelompok-kelompok. Sedangkan menurut pandangan Geopolitik tokohnya ynag bernama R. Ratze dan Karl Haushofer bangsa adalah kelompok manusia yang hidup pada satuan bumi (tanah) tertentuatau satuan tanah dan air (laut) tertentu. Misalnya, bangsa Cina hidup di dareah Cina, bsngsa Jepang hidup di kepulauan Jepang, bangsa India hidup di daerah tertentu (Semenanjung India). Bangsa Indonesia di kepulauan Indonesia dan sebagainya. Dengan kenyataan ini maka suatu bangsa selain mempunyai persamaan karakter dan kemauan (kehendak) bersatu, menempati pula suatu kesatuan bumi atau kepulauan tertentu.


2.      Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis
Bangsa adalah persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan tiap-tiap anggota persekutuan hidup tersebut terikat oleh satu kesauan ras, bahasa, agama dan adat istiadat.
            Persekutuan hidup artinya perkumpulan orang-orang yang saling membutuhkan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu wilayah tertentu. Persekutuan hidup dalam suatu negaradapat merupakan persekutuan hidup mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas. Mayoritas artinya jumlah besar. Persekutuan hidup mayoritas, artinya dalam suatu Negara terdapat persekutuan hidup yang jumlah warganya banyak atau lebih besar jumlahnyadibanding persekutuan hidup yang lain. Misalnya di Negara Indonesia, persekutuan hidup masyarakat Jawa merupakan kelompok mayoritas. Persekutuan hidup minoritas artinya persekutuan hidup tersebut memiliki warga yang sedikit atau lebih kecil daripada yang lain.Misalnya masyarakat suku Badui di Banten merupakan persekutuan hidup minoritas.
            Dalam perkembangan, istilah bangsa dalam arti Sosiologis Antropologis dinamakan suku, suku bangsa atau etnik. Jadi, bila kita berbicara suku, suku bangsa atau etnik maka istilah itu bermakna bangsa dalam arti sosiologis antropologis.
            Bangsa dalam arti Sosuologis Antropologis ini diikat oleh ikatan-ikatan, seperti kesatuan ras, tradisi, sejarah, adapt istiadat, bahasa, agama atu kepercayaan, dan daerah. Ikatan seperti itu biasa disebut ikatan Primordial. Dengan ikatan itu, kita bias membedakan antara suku bangsa BAtak dan Suku bangsa Jawa atau Sunda. Oarang Dayak berbeda dengan orang Toraja dan seterusnya.
            Dalam satu Negara dapat terdiri atas beberapa bangsa. Misalnya, Amerika Serikat terdiri atas bangsa negro, bangsa Indian, bangsa Cina, bangsa Yahudi, bangsa WAP (White Anglosaxon Protestan) yang dahulu merupakan kaum pendatang. Srilanka memiliki dua bengsa besar, yaitu bangsa sinhala dan bangsa Tamil. India dan Yugoslaviasebelum pecah merupakan Negara yang memiliki banyak  bangsa didalamnya. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai bangsa yang tersebar dari Nanggroe Aceh Darussalam samapi Papua.
            Berdasarkan uraian di atas dalam satu Negara teradapat bebrapa bangsa. Dapat terjadi pula anggota satu bangsa tersebar di beberapa Negara. Misalnya, bangsa Arab tersebar di berbagai Negara di sekitar Timur Tengah. Bangsa atau keturunan Yahudi menyebar di berbagai Negara.
3.      Bangsa dalam Arti Politis
Bangsa dalam pengertian Politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam. Jadi, nagsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta tunduk pada kekuasaan dari Negara yang bersagkutan
Setelah mereka bernegara, terciptalah bangsa. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (Dalam arti Politis) setelah terciptanya Negara Indonesia. Ada bangsa Amerika, bangsa Inggris,  bangsa Malaysia, dan bangsa Australia. Bangsa-bangsa tersebut sekaligus terikat dengan negaranya. Bangsa dalam pengertian Politik inilah yang memunculkan paham nasionalisme atau semangat kebangsaan.
BAngsa dalam arti politik diikat dalam sebuah organisasi kekuasaan/politik, yaitu Negara beserta pemerintahnya. Mereka diikat oleh satu kesatuan wilayah nasional, hokum, dan perundang-undangan ang berlaku. Tidak cukup seperti itu, bangsa yang sudah bernegara seperti Indonesia perlu menciptakan ikatan-ikatan baru untuk mempersatukan bengsa-bangsa yang ada di dalamnya. Misalnya, bahasa nasional, lambang Negara, dasar dan ideology Negara, semboyan nasional, rasa nasionalisme dan patriotisme, serta ikatan lain yang sifatnya nasional. Ikatan baru tersebut dinamakan alat pemersatu bangsa.
Dengan demikian, dalam satu negaa ada dua bangsa, yaitu bangsa Indonesia (Arti Politis) dan bangsa-bangsa yang ada di dalamny (Arti Sosiologis Antropologis). Bangsa dalam arti Sosiologis Antropologis, seperti bangsa Batak, Jawa, dan Bugis. Untuk membedakan dan memperjelas keduannya, bangsa dalam arti sosiologis antropologis berubah istilah atau lebih dikenal dengan suku, suku bangsa atau etnik. Jadi, dalam diri bangsa Indonesia terdapat banyak suku atau etnik. Contoh, suku Minangkabau, suku Dayak, suku Betawi, suku Tengger, suku Bugis, suklu Asmat, dan suku Dani. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang paling heterogen didunia.
Proses terbentuknya bangsa dalam arti poloitis terdapat dua model, yaitu model ortodoks dan model mutakhir.
a.       Model Ortodoks
Dalam model ortodoks, terbentuknya bangsa yang telah bernegara bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu baru, kemudian bangsa itu membentuk suatu Negara terendiri. Contohnya, bangsa Yahudi mendirikan suatu Negara, yaitu Isrel.
b.      Model Mutakhir
Dalam model mutakhir, bermula dari adanya negara terlebih dahulu, sedangkan penduduk Negara itu terdiri atas banyak bangsa. Pemerintah Negara itumeliputi banyak bangsa di dalamnya. Contohnya, Negara Indonesia, dan Negara Amerika Serikat yang didalamnya terdapat bangsa.
4.      Bnagsa Indonesia
Siapakah bangsa Indonesia itu? Dalam sejarahnya, orang yang berhasil merumuskan bangsa Indonesia adalah Ir. Soekarno. Pada pidatonya dihadapan siding I BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 1 juni 1945, Ir. Soekarno merumuskan adanya bangsa Indonesia. Untuk menunjukan makna bangsa, Ir. Soekarno merujuk pada pendapat Ernest Renan dan Otto Bauer.
            Menurut Ernest Renan, nbangsa adalah kesatuan jiwa. Jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu, orang-orang merasa diri satu dan mau bersatu. Dalam istilah Perancis bangsa adalah Le Desir en Etre en Semble. Bangsa dapat terdiri atas ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia, tetapi sebenarnya merupakan kesatuan jiwa. Apabila semua manusia yang hidup didalamnya mempunyai kehendak untuk bersatu maka sudah merupakan satu bangsa. Menurut Otto Bauer bangsa adalah satu perangai yang timbul karena persamaan nasib. Bangsa adalah kesatuan karakter, kesatuan watak yang lahir dari kesamaan derita dan keberuntungan yang yang sama. Dalam bagahsa Perancis, bangsa adalah suatu Charaktergemeinschaft.
            Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa bangsa tidak ditentukan oleh satu kesatuan ras, budaya, etnik, atau agama. Terbentunya bangsa Indonesia lebih karena kesatuan jiwa, nasib bersama, dan kehendak bersatu menujucita-cita. Dengan demikian, syarat terbentuknya bangsa karena kesatuan nasib dan kehendak untuk bersatu. Selanjutnya, Ir. Soekarno menambahkan satu syarat lagi, yaitutamah airsebagai tempat tinggal orang-orang yang merasa saatu tersebut. Kesatuan antara tempat dan orang-orang yang merasa untuk bersatu itulah yang membentuk bangsa.

Welcome

Welcome to my new blog...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India